Topik 5_Tugas Pengantar Aplikasi Komputer
Nama: Nelly Lestari Siahaan
Kelas: 3 Akuntansi Pagi
NPM: 2023303292
Mata Kuliah: Pengantar Aplikasi Komputer
Dosen: Murdan Sianturi, S.Kom, M.Kom
Perguruan Tinggi: STIE Mulia Pratama
Pakar ITB Ungkap Alasan
Gempa di Jepang Memicu Tsunami dan Efektivitas Sistem Peringatan Dini
(Nelly Lestari Siahaan, Institut Teknologi Bandung_Rabu, 03 Januari 2024)
Gempa bumi terjadi di daerah Noto di
Prefektur Ishikawa, Jepang, Senin (1/1/2024). Berdasarkan data dari Japan
Meteorological Agency, kekuatan gempa tersebut 7.6 skala ricther dan terjadi
pukul 14.10 waktu setempat.
Skala intensitas seismik tersebut mencapai
angka 7, yang artinya saat terjadi gempa hampir semua perabotan yang tidak
dipasangi penahan akan berpindah tempat atau jatuh, dan mungkin terbang.
Selain di Ishikawa, gempa juga terasa di
sejumlah daerah lainnya seperti Niigata, Toyama, Niigata, Toyama, Fukui,
Nagano, Gifu, Tokyo, Yamagata, Fukushima, Ibaraki, Saitama, Tochigi, Miyagi,
Gunma, Shizuoka, Aichi, Mie, Shiga, Kyoto, Osaka, Hyogo, Nara, Tottori, Iwate,
dan Akita.
Berdasarkan laporan Reuters, gempa
tersebut memicu gelombang tsunami dengan ketinggian lebih dari 1 meter di
sepanjang pesisir barat Jepang, membuat aliran listrik putus, dan mengharuskan
warga pesisir pantai mengungsi ke tempat yang lebih tinggi.
Pakar gempa dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof. Dr. Irwan Meilano,
S.T., M.Sc., mengatakan, sumber gempa di pantai timur Jepang lebih berbahaya
karena kekuatannya dapat mencapai 8 skala ricther. Namun, gempa di pantai barat
pun, seperti yang terjadi di Ishikawa, memiliki potensi gempa yang cukup
signifikan meski gempanya tidak sebesar di pantai timur.
“Gempa di wilayah pantai timur Jepang
tidak sebesar pantai barat. Namun bisa menghasilkan tsunami dan goncangannya
lebih kuat karena lebih dekat dengan garis pantai,” ujarnya, Selasa (2/1/2024).
Dalam konteks gempa di Jepang, kata
beliau, gempa awal tahun 2024 tersebut bukan gempa terkuat yang terjadi di
negara tersebut. Namun, untuk wilayah pantai barat termasuk gempa yang terkuat.
Hal ini karena pertemuan antar lempengnya lebih dekat dengan garis pantai
dibandingkan dengan pantai timur.
“Yang menjadi consern, lokasi gempa
sangat dekat dengan daratan, dengan kota-kota besar seperti Ishikawa, Kanazawa,
dan juga infrastruktur strategis Jepang lainnya,” tuturnya.
Beliau mengatakan, setelah gempa besar
terjadi, umumnya akan terjadi banyak gempa susulan. Terdapat dua faktor yang
menyebabkan hal tersebut, yakni magnitudo gempa yang besar dan waktu. Semakin
besar magnitudonya, gempa susulan berpotensi lebih banyak. Sementara itu, dalam
jangka waktu yang dekat sejak gempa pertama, gempa susulan pun akan lebih
banyak. Seiring waktu, gempa susulan semakin sedikit dan magnitudonya semakin kecil.
Faktor lainnya yang menjadikan gempa
susulan banyak terjadi karena banyaknya jaringan pengamatan gempa di Jepang.
Dengan demikian, gempa-gempa kecil pun akan terdeteksi.
"Jumlah (gempa) itu, selain dari
magnitudo juga dipengaruhi faktor kapasitas kita untuk mengamati. Kalau kita
semakin baik mengatami akan terlihat lebih banyak gempa susulannya,” ujarnya.
Dari gempa di awal tahun ini, beliau
mengatakan, terdapat beberapa hal yang dapat menjadi pelajaran. Pertama, sistem
peringatan dini di Jepang yang sangat baik.
“Sistem tersebut menjadi penting karena
mereka memiliki infrastruktur strategis, reaktor nuklir, kereta api cepat, dan
itu harus dihentikan seketika sesudah gempa terjadi sebelum gelombang gempanya
mencapai tempat mereka. Ini juga penting bagi masyarakat. Ini pembelajaran yang
sangat penting, jadi selayaknya pun kita sudah memiliki kapasitas,” ujarnya.
Kedua, pembelajaran dalam konteks
infrastruktur kualitas bangunan. Dibandingkan dengan goncangan gempa, kerusakan
yang terjadi lebih sedikit. Hal ini membuktikan bahwa Jepang memiliki kualitas
infrastuktur yang sangat baik.
Komentar
Posting Komentar